Saturday 18 February 2012

Hati Yang Tersenyum Senang

Rasulullah ialah seorang manusia yang sempurna . Di medan perang nabi saw  ialah seorang jeneral profesional yang menguasai taktik dan strategi bertempur. Di tengah masyarakat , beliau seorang teman , sahabat , guru , dan  pemimpin yang menyenangkan . Di rumah pula , beliau menjadi ketua rumah tangga yang dapat mendatangkan rasa aman , kasih sayang , sekaligus kebahagiaan . Beliau suami yang romantik . Nabi  biasa memanggil isterinya Aisyah, dengan panggilan yang indah : Ya Humaira ( wahai si merah jambu ) . Wanita mana yang tidak tersanjung saat dipanggil suaminya dengan panggilan ini ? Telinga siapa yang tidak ingin mendengar sapaan seperti ini ? Tapi keindahan itu tercipta bukan sebab beliau ahli merayu , melainkan kerana hati beliau memang bersih dan indah . Dari hati yang indah itulah keluar kata-kata , perilaku , dan sikap yang indah . Dari keindahan hati itulah terpancar segala keindahan dari setiap yang dipandang dan ditemuinya . 


Memang , betapa indah hari-hari kehidupan di mata Rasulullah . Romantisme tidak hanya berlaku bagi isteri-isterinya , juga anak-anak , bahkan warga tua dan semua makhluk Allah Subhanahu wa Ta`ala lainnya pun merasakannya . Begitu dekatnya Rasulullah dengan unsur-unsur di alam sekitar. Setiap kali berhadapan dengan mereka beliau kerap menyapanya dengan ungkapan: Rabbiy wa Rabbukallaah ( Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah ) . Ketika melihat sekuntum bunga yang mulai terbuka kelopaknya , kalbunya bergetar , hatinya bersuka cita, dan segera beliau mendatanginya, mencium dengan bibirnya, dan mengusapnya dengan sifat kasih sayang . Tak lupa beliau mengucapkan: ‘aamu khairin wa barakatin insya Allah ( tahun baik dan penuh berkah , insya Allah ) . Demikian pula ketika beliau mendapati bulan sabit di awal-awal malam kemunculannya, tak lupa menyambutnya dengan sukacita . Dengan penuh optimis beliau bercakap tentangnya: hilaalu khairin wa baarakatin insya Allah (awal bulan yang baik dan penuh berkah, insya Allah ) . 


Setelah menyambut dengan tahniah ( ungkapan kegembiraan ), beliau juga tak lupa berdoa: Allahumma ahillahu ‘alaina bilyumni wal iimaani wassaalamati wal islaami ( Ya Allah, jadikan permulaan bulan ini membawa keuntungan, iman, keselamatan, dan Islam) . Apa bezanya bulan yang ditatap Rasulullah empat belas abad yang lampau dengan bulan yang kita lihat setiap malam ? Bukan bulannya yang berbeza , tapi cara pandangnya yang berlainan. Rasulullah memandangnya dengan cahaya iman , sedang kita mungkin memandangnya dengan hati yang masih ragu. Rasulullah melihat di balik bulan ada kebesaran Allah, sedang kita melihat bulan tidak lebih dari sekadar materi. Beliau melihat bulan dari perspektif waktu yang akan datang (dengan visi), sedang kita melihatnya sakadar dengan “menghitung hari” .


 Melalui tulisan ini, saya mengajak seluruh kawan yg mencari hidayah , mari kita tatap dunia ini dengan senyuman , sebagai petanda bahawa kita bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, sebab bulan dan matahari masih dipergilirkan, siang dan malam masih terus berputar. Ada waktu untuk berbuat dan beramal . Mari kita tatap masa depan dengan penuh harapan. Tak usah berkecil hati, sekalipun tentangan sebesar dan sebahaya gunung berapi. Kita masih miliki Tuhan, pemilik dan penguasa alam semesta. Di tangan-Nya tergenggam seluruh nyawa, sekaligus kehendak-Nya. Sekali diputar, semuanya akan berubah.Tersenyumlah, sebagaimana Rasulullah tersenyum ketika menyapa matahari terbit setiap pagi, dan bulan yang mengorbit setiap malam. Tersenyumlah dan sapalah sesama kita dengan sukacita sebagaimana beliau selalu melahirkan kebahagiaan kepada keluarga dan sesama manusia. Semoga kita menjalani hari-hari yang indah dengan langkah dan ungkapan Bismillah .