Saturday 21 April 2012

Dunia Ini Sempit Untuk Orang Serakah

Seorang sufi tinggal di sebuah kampung yang terpencil. Namanya Nizam al-Mahmudi. Dalam sebuah pondok kecil, dia tinggal bersama isteri dan anak-anak. Sederhana sekali. Namun demikian, semua anaknya cerdas.

           Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahawa Nizam mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perdagangan yang kian berkembang. Dia dapat menghidupi ratusan keluarga di sekitarnya. Tingkat kemakmuran pekerjanya jauh lebih tinggi berbanding sang majikan. Namun, Nizam berasa bahagia dan damai menikmati pelayaran usianya.

            Seorang anaknya pernah bertanya, mengapa sang ayah tidak membina sebuah rumah besar yang indah? Dengan beberapa sebab tertentu, si ayah menjawab kerana sebesar apapun rumah, hanya dipakai untuk duduk dan berbaring saja. Sehari-hari ia cuma mengurung diri menikmati keindahan istananya, membuatkan ia terlepas daripada masyarakat dan alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia kurang bersyukur kepada Allah. Kemudian, dengan menempati pondok kecil ini, kalian akan menjadi cepat matang, dan ingin segera memisahkan diri daripada orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih bagus. Dan yang akhirnya, kami dulu cuma berdua, ayah dan ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Jika kami menghuni rumah yang besar, bukankah kelengangan akan lebih terasa dan menyeksa?

           Si anak termenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah. Meski kaya, keringatnya selalu bercucuran setiap hari. Dia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman.

           Kemudian anak itu makin terkesima lagi tatkala ayahnya meneruskan, "Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk memenuhi keperluan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, hanya untuk memuaskan keserakahan seorang manusia saja."